Mesin ATM di Jakarta. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, -- Tiga tahun terakhir, sebanyak 1.549 dari total 5.500 kasus penipuan bermodus penggandaan identitas kartu anjungan tunai mandiri (ATM) dari seluruh dunia terjadi di Indonesia. Nusantara rupanya menjadi ladang bagi para penipu asing untuk mendapatkan keuntungan.
Modus penggandaan identitas ini disebut juga dengan skimming. Skimming terjadi ketika seseorang menggandakan identitas pengguna berdasarkan strip magnet kartu ATM secara ilegal.
Data jumlah penipuan itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak, Kamis (2/7), usai berdiskusi dengan Kepolisian Uni Eropa atau Europol di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan.
"Tadi kami membahas mengenai bagaimana mereka (Europol) melakukan penanggulangan atau pencegahan kejahatan skimming ini di Uni Eropa. Di antaranya mereka menggunakan chip pada kartu ATM, juga membatasi penggunaan kartu ATM di negaranya," kata Victor.
Perwakilan Europol, Jozsef Habenicht, mengatakan karena di negara-negara Uni Eropa transaksi perbankan ATM diotorisasi menggunakan chip, alih-alih strip magnet, modus skimming tidak bisa lagi dilakukan. Oleh karena itu para penipu kemudian bermigrasi ke negara-negara yang masih menggunakan strip magnet untuk bertransaksi seperti Indonesia.
"Ini semua karena kami menggunakan chip, penipu tidak bisa menarik tunai di Eropa. Mereka memulai skimming di negara-negara Eropa, tapi jadi kerugian bagi negara-negara seperti Indonesia," kata Habenicht.
Selain berdiskusi dengan Europol, Kepolisian juga mengundang tujuh bank sebagai perwakilan penerap teknologi ATM di Indonesia. Kepolisian menjelaskan bagaimana negara-negara Eropa menggunakan chip untuk mencegah skimming dan mengimbau Bank Indonesia untuk menggunakan teknologi serupa.
Sejauh ini Polri baru berhasil mengungkap tiga kasus, di antaranya kasus dengan pelaku orang Malaysia pada Februari 2014, pelaku orang Srilanka pada Mei 2014, dan pelaku orang Bulgaria baru-baru ini.
Warga negara Bulgaria tersebut adalah IIT. Dia diduga mencuri uang dari sejumlah warga asing yang sedang berlibur ke Bali. IIT dibantu ketiga temannya –yang saat ini buron– mengincar warga asing.
Warga asing diincar karena cenderung tidak mengecek rekening mereka, setidaknya sampai kembali ke negara asal.
IIT telah melakukan penipuan terhadap 560 warga asing yang mayoritas berasal dari Eropa dan pernah berlibur ke Bali. Atas perbuatannya, IIT dikenakan Pasal 362, 363, 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 30 jo Pasal 46 atau Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman maksimal delapan tahun penjara.
Modus penggandaan identitas ini disebut juga dengan skimming. Skimming terjadi ketika seseorang menggandakan identitas pengguna berdasarkan strip magnet kartu ATM secara ilegal.
Data jumlah penipuan itu disampaikan oleh Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal Polri, Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak, Kamis (2/7), usai berdiskusi dengan Kepolisian Uni Eropa atau Europol di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan.
"Tadi kami membahas mengenai bagaimana mereka (Europol) melakukan penanggulangan atau pencegahan kejahatan skimming ini di Uni Eropa. Di antaranya mereka menggunakan chip pada kartu ATM, juga membatasi penggunaan kartu ATM di negaranya," kata Victor.
Perwakilan Europol, Jozsef Habenicht, mengatakan karena di negara-negara Uni Eropa transaksi perbankan ATM diotorisasi menggunakan chip, alih-alih strip magnet, modus skimming tidak bisa lagi dilakukan. Oleh karena itu para penipu kemudian bermigrasi ke negara-negara yang masih menggunakan strip magnet untuk bertransaksi seperti Indonesia.
"Ini semua karena kami menggunakan chip, penipu tidak bisa menarik tunai di Eropa. Mereka memulai skimming di negara-negara Eropa, tapi jadi kerugian bagi negara-negara seperti Indonesia," kata Habenicht.
Selain berdiskusi dengan Europol, Kepolisian juga mengundang tujuh bank sebagai perwakilan penerap teknologi ATM di Indonesia. Kepolisian menjelaskan bagaimana negara-negara Eropa menggunakan chip untuk mencegah skimming dan mengimbau Bank Indonesia untuk menggunakan teknologi serupa.
Sejauh ini Polri baru berhasil mengungkap tiga kasus, di antaranya kasus dengan pelaku orang Malaysia pada Februari 2014, pelaku orang Srilanka pada Mei 2014, dan pelaku orang Bulgaria baru-baru ini.
Warga negara Bulgaria tersebut adalah IIT. Dia diduga mencuri uang dari sejumlah warga asing yang sedang berlibur ke Bali. IIT dibantu ketiga temannya –yang saat ini buron– mengincar warga asing.
Warga asing diincar karena cenderung tidak mengecek rekening mereka, setidaknya sampai kembali ke negara asal.
IIT telah melakukan penipuan terhadap 560 warga asing yang mayoritas berasal dari Eropa dan pernah berlibur ke Bali. Atas perbuatannya, IIT dikenakan Pasal 362, 363, 406 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 30 jo Pasal 46 atau Pasal 32 jo Pasal 48 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta Pasal 3, 4, 5, dan 10 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan hukuman maksimal delapan tahun penjara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar