Brigjen Pol. (Purn) Victor E Simanjuntak saat sampaikan makalah.
foto :
hetanews.com
Medan, hetanews.com - Saat didaulat menjadi pembicara dalam wisuda S1, S2 dan S3 di Sekolah Tinggi Theologia (STT) Paulus Medan, Sabtu (27/8/2016), bertempat di Katholik Center Medan, Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak menyampaikan makalahnya berjudul "Gereja dan Gerakan Pemberantasan Korupsi".
Victor menyebutkan, dalam mensinergikan potensi bersama untuk melawan korupsi, ada tiga hal yang dapat dilakukan, yakni pengembangan spiritualitas baru, pencanangan gerakan melawan korupsi dan kerja sama sinergis tokoh-tokoh kunci.
Gereja-gereja menurut Victor, perlu mendorong warganya untuk mengembangkan sebuah spiritualitas baru, yang di dalamnya keberagaman tidak dipahami sebagai sesuatu yang hanya bersifat status dan simbolik direpresentasi pada upacara-upacara keagamaan.
"Tatkala dalam kitab suci dilarang menerima suap, memberlakukan ketidakadilan, memperkosa hak asasi manusia, maka para penganut agama mestinya taat dan konsisten. Itulah makna spiritualitas baru," ujarnya.
Pada aspek pencanangan gerakan melawan korupsi, kata Victor, gereja-gereja dan umat Kristiani Indonesia harus secara aktif melakukan gerakan untuk melawan korupsi dalam segala bentuk.
Melalui khotbah, pembinaan warga, gerakan itu perlu disosialisasikan. Menyadari bahwa salah satu kekayaan Indonesia adalah kemajemukan agama, maka kerja sama lintas agama dalam melawan atau memerangi korupsi harus makin dimantapkan.
Ditegaskan pria kelahiran Kota Siantar itu, gerakan pembaruan moral nasional dengan tokoh-tokoh dari lembaga-lembaga NU, Muhammadiyah, Persekutuan Gereja-Gereja Indonesian(PGI) dan KWI di masa depan perlu lebih keras memberikan peringatan tentang bahaya korupsi yang secara substantif mencederai atau melecehkan keluhuran agama.
Seruan moral dari tokoh-tokoh tersebut dapat ditindaklanjuti dengan program aksi yang konkrit tepat dan terarah.
"Dalam kerja sama lintas agama, selain aspek-aspek praktis dapat dijajaki satu dialog (teologis) di seputar pandangan agama-agama tentang manusia. Melalui dialog tersebut dirumuskan pemikiran-pemikiran yang dapat disumbangkan dalam rangka menangkal, merasuknya virus korupsi dalam diri manusia," urai Victor.
Poin ketiga, sambung bintang satu Kepolisian yang pernah mengungkap kasus praktik dugaan korupsi di Pelindo II itu, berupa kerja sama sinergis tokoh-tokoh kunci, melibatkan para tokoh budaya, pendidikan dan agama didorong untuk duduk bersama merumuskan strategi yang paling tepat dalam melawan korupsi.
Sebelumnya, di hadapan para wisudawan wisudawati, dan dihadiri His Eminence Metropolitan of Singapore and Southeast Asia, Uskup Agung Medan, Anicetus Sinaga, Victor menyebut korupsi adalah masalah yang dihadapi oleh suatu bangsa atau negara dan seluruh umat manusia.
Korupsi kata dia berdampak negatif pada semua aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, politik dan keamanan, sehingga pada 7 Oktober 2003 konvensi Internasional PBB di Wina menetapkan “corruption“ sebagai extra ordinary crime.
"Korupsi merupakan ancaman yang bersifat serius, terjadi secara sistemik dan meluas, melanggar hak-hak sosial dan ekonomi, melemahkan institusi dan nilai-nilai demokrasi serta nilai-nilai keadilan, menghambat proses pembangunan berkelanjutan dan penegakan hukum," paparnya.
Dikatakannya, upaya pemerintah dan bangsa dalam melawan serta memerangi korupsi telah menapaki sebuah perjalanan sejarah yang amat panjang. Sayangnya hasil yang signifikan dari upaya itu belum begitu tampak.
Tokoh nasional, TB Silalahi dalam sebuah seminar pernah menyatakan, korupsi tidak lagi hanya terpusat dan terjadi di tingkat pusat, tetapi seiring dengan otonomi juga telah merambah dan merata ke daerah-daerah.
Pada waktu menjabat Menpan, TB Silalahi juga menyatakan, korupsi hanya bisa dihapus di surga. Pernyataan-pernyataan ini memang cukup memberikan gambaran bahwa masalah korupsi bukankah masalah yang sederhana.
Korupsi berkaitan dengan moral, sistem, ekonomi, politik, dan hukum, sebab itu korupsi tak bisa dilawan hanya dari satu sudut saja. Korupsi mesti dihadapi secara bersama dengan seluruh potensi dan kekuatan yang dimiliki bangsa.
Korupsi juga harus dilawan melalui penyadaran tentang hakikat manusia sebagai ciptaan Allah yang paling mulia, penegakan hukum, dan memperlakukan seseorang (calon) koruptor sebagai manusia tanpa atribut-atribut apa pun.
"Bangsa kita telah melaksanakan pembangunan nasional dengan menekankan cita-cita untuk mencapai sebuah masyarakat modern yang adil, makmur dan lestari berdasarkan Pancasila terwujud. Cita-cita itu belum tercapai karena pembangunan nasional telah diselewengkan menjadi upaya mempertahankan dan melestarikan kekuasaan yang penuh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)," beber Victor.
Menarik untuk dicatat, pada sidang lengkap DGI pada 3-14 Mei 1964 di Jakarta, pernah memberi peringatan yang keras tentang bahaya korupsi yang telah merambah dalam kehidupan masyarakat.
Sidang tersebut memutuskan hal-hal sebagai berikut, yang sampai saat ini masih relevan :
Kesatu, agar gereja-gereja dalam kotbah-kotbahnya dan pengajarannya memberi nasihat dan peringatan kepada para anggota gereja mengenai cobaan-cobaan yang besar dalam masyarakat sekarang ini.
Kesatu, agar gereja-gereja dalam kotbah-kotbahnya dan pengajarannya memberi nasihat dan peringatan kepada para anggota gereja mengenai cobaan-cobaan yang besar dalam masyarakat sekarang ini.
Kedua, agar umat Kristen di Indonesia memelihara cara hidup yang sederhana. Ketiga, menyerukan kepada pemerintah, seluruh masyarakat dan badan-badan berwenang agar mempergiat perlawanan dan peperangan melawan korupsi dan dimana perlu memberikan hukuman yang sewajarnya atas perbuatan mereka yang telah terbukti menjalankan korupsi.
"Sidang tersebut juga mengingatkan kita akan problem korupsi yang dihadapi bangsa ini, yang telah memperkuat keyakinan bahwa manusia adalah mahluk yang telah jatuh ke dalam dosa, sehingga sumber terakhir dari korupsi itu terdapat di dalam hati manusia sendiri, dan tidak ada orang yang kebal terhadap cobaan korupsi," tukas Victor.
Di akhir makalahnya, dia berharap kepada .para wisudawan wisudawati agar menjadi ujung tombak penumbuhan budaya anti korupsi dan pemberantasan korupsi di tengah-tengah masyarakat, terutama di lingkungan gereja.
Pada kesempatan Victor menjadi pembicara, hadir juga Kabid Bimas Kristen Sumut, Hasudungan Simatupang, Ketua atau yang mewakili STT di Medan, Ketua Yayasan Sahabat Iman Orthidox Indonesia dan para orangtua wisudawan wisudawati.
Sumber Berita : hetanews.com